Selasa, 22 Maret 2011

Hulul dan Ittihad

HULUL DAN ITTIHAD
Oleh : Drs. Agus Subandi  Guru SMAN 5 Karawang

PENDAHULUAN

         Allah menciptakan manusia untuk beribadah. (Q.S 51 : 56)
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
Tatacara beribadah kepada Allah telah ada tuntunannya. Yakni mengikuti tatacara yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Ketika seseorang beribadah kepada Allah, maka yang dilakukan adalah semua syarat-syarat dan rukun-rukunnya diikuti, hingga dilakukan secara benar. Hasil dari pelaksanaan ibadah yang dilakukan dengan benar, akan membuahkan orang-orang yang muhsinin.
         Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut :
ما هو الاحسان ؟ الاحسان ان تعبدالله كانك تراه فان لم يراه فانه يراك
Ihsan adalah beribadah kepada Allah sepertinya sedang melihat-Nya, bila tidak mampu mesti berkeyakinan bahwa Allah sedang melihat hamba yang sedang beribadah.
         Menerapkan konsep ihsan, membutuhkan waktu dan terus diupayakan hingga merasakan bagaimana nikmatnya seseorang beribadah ‘hanya kepada Allah’. Antara manusia sebagai makhluk, dengan Allah, Tuhan semesta alam yang menciptakan manusia sebagai Khaliq. Terjadi berbagai pengalaman-pengalaman spiritual bagi diri manusia. Pengalaman-pengalaman tersebut dilakukan melalui berbagai jalan yang ditahap awal dalam ilmu tasawuf disebut thariqat. Hingga terus dikejar dengan tahap kedua yaitu mencari kebenaran yang disebut haqiqat, dan terus melaju sampai mendapatkan apa yang disebut ma’rifatullah.
         Said Aqil Siraj mengatakan bahwa “ Tarikat berasal dari bahasa Arab thariqat berarti jalan dan secara istilah berarti menjalankan ajaran Islam dengan hati-hati dan teliti dan melaksanakan fadlaiul ‘amal serta bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah dan riyadlah “. (Said Aqil Siraj, 2006 : 97)
         Syekh Muhammad Hisyam Kabbani mengatakan bahwa “ Islam menggambarkan perilaku seorang muslim, iman berkaitan dengan kepercayaan dan akidahnya, dan ihsan mengacu pada keadaan hati yang menentukan apakah keislaman dan keimanan seseorang itu akan membuahkan hasil di kehidupan ini dan kehidupan akhirat atau tidak “. (Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, 1998 : hlm. 43)
1

2
           Sebagai konsekuensi dari perolehan maqamat yang bersifat konstan, seorang sufi akan mengalami ahwal, yaitu kondisi spiritual yang menyelimuti qalb, bersifat spontan, dan tak langgeng. Ahwal merupakan ekspresi ketulusan seorang Sufi dalam mengingat Allah. Oleh karena itu, ahwal tidak dapat diraih melalui jalan ibadah, riyadlah, ataupun mujahadah. Kehadiran ahwal semata-mata karena karunia Allah. Diantara ahwal itu adalah al muqarabah (visi), al qurb (kedekatan), al mahabbah (kecintaan), al khauf (segan), ar raja’ (optimistis), asy-syawq (kerinduan), al uns (harmoni), al musyahadah (persaksian), dan al yaqin (keteguhan). (Said Aqil Siraj, 2006 : 93)
           Apa yang dilakukan oleh al Hallaj dalam Anal Haqq, merupakan konsep diri didalam mencapai maqam ma’rifatullah hingga menembus ittihad. Dalam dirinya seakan seluruh kehidupan duniawi dan termasuk pribadinya tidak ada arti apa-apa. Hidupnya tidak terpengaruh dengan keadaan sekelilingnya dan hanya Allah yang dituju. Saat merasakan kondisi batin mulai melebur yang dalam istilah tasawuf disebut hulul, maka satu langkah lagi merasa bersatu dengan-Nya atau yang disebut dengan ittihad.
Pengaruh al Hallaj ternyata diikuti juga oleh Syekh Siti Jenar di Indonesia yang mengajarkan wihdatul wujud dengan konsep ‘manunggaling kawula-Gusti.
A. Pengertian
           Allah menciptakan manusia untuk beribadah (Q.S 51:56 ). Tatacara beribadah telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Dalam perjalanan menuju kehidupan agar bermakna ibadah, maka setiap orang mencari jalan. Jalan yang dimaksud dengan ‘tarikat’. Tarikat berasal dari bahasa Arab ‘thariqat’ yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. 1
           Di kalangan Muhadditsin tarikat digambarkan dalam dua arti yang asasi. Pertama menggambarkan sesuatu yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan kedua didasarkan pada sistem yang jelas yang dibatasi sebelumnya. 2
           Mustafa Zahri, dalam Kunci Memahami Ilmu Tasawuf mengatakan bahwa tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabiut tabii’in  turun temurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini. 3
           Menurut Said Aqil Siraj, tariqat berasal dari bahasa Arab thariqat yang berati jalan. Secara Etimologis berarti menjalankan ajaran Islam dengan hati-hati dan teliti dan melaksanakan fadlailul ‘amal serta bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah dan riyadlah. Meninggalkan perkara yang ssyubhat, yang remang-remang, dan tidak jelas hukumnya, adalah contoh kehati-hatian tersebut. Contoh fadlaiul ‘amal adalah mengerjakan shalat tahajud, shalat sunnah rawatib, dan lainnya. Sementara aktif berzikir, istighfar, berpuasa sunnah pada hari Senin dan Kamis merupakan contoh riyadlah.  4
           Thariqat merupakan bagian kecil praktik peribadatan yang mencoba memasuki dunia tasawuf. Tarikat dapat berfungsi untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan nafsu serta sifat-sifatnya, kemudian menjauhi hal-hal yang tercela dan mengamalkan yang terpuji.   
------------------------------
1. Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), 2009, hlm. 269
2. Ibid.
3. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Tasawuf, (Surabaya : PT Bina Ilmu), 1995, hlm. 56
4. Said Aqil Siraj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial, (Bandung : PT Mizan Pustaka), 2006, hlm. 93
3
4
           Secara harfiah hulul berarti “ Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiannya melalui fana. 1
           Istilah fana oleh kaum sufi dipakai untuk menunjukkan keguguran sifat-sifat tercela, sedangkan baqa’ untuk menandakan ketampakan sifat-sifat terpuji. Jika pada diri salik tidak ditemukan dari salah satu kelompok sifat ini, maka pasti ditemukan sifat-sifat lain. Barangsiapa kosong ‘fana’ dari sifat-sifat tercela, maka sifat-sifat terpuji mengada. 2
Dari segi bahasa ‘musyahadah’ berasal dari kata ‘syahida’ atau ‘syahada’ yang artinya menyaksikan. Yang menjadi objek dalam musyahadah adalah ‘al Haq’. Selanjutnya, Imam al Junaid berpendapat bahwa :
المشاهدة فهي كشف حجاب الحس عن نور القدس وكشف رداء الصون عن الكون فانت
تشاهد داته فى عالم ملكوته وهو يشاهدوك فى عالم ملكه انت تشاهد رببيته وهو يشاهد
رببيته وهو يشاهد عبوديتك ومشاهدة الرب للعبد هي احاطة علمه باحواله واسراره
Musyahadah adalah terbukanya hijab dalam perasaan dari pancaran nur yng suci, yaitu tersingkapnya tabir pemeliharaan alam wujud. Ketika itu engkau melihat dzatullah dalam alam ghaib / alam mulkihi. Ketika itu engkau melihat rahasia ketuhanannya dan Allah pun melihat pengabdiannya. Dan adapun pandangan Tuhan terhadap hamba-Nya, melihat ilmunya, ahwalnya dan rahasia-rahasianya. 3
           Kalau seorang sufi telah mencapai al fana al nafs, yaitu wujud jasmaniahnya tak ada lagi, maka yang akan tinggal ialah wujud rohaninya dan ketika itu ia bersatu dengan Tuhan secara rohaniah. Yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Penyatuan batiniah atau rohaniah dengan Tuhan dinamakan ‘ittihad’. 4

-----------------------------------
1.  .Abu Natta,MA,Op.Cit, hlm. 239
2.  al Qusyairiyah, Op.Cit, hlm. 76
3.  Asrifin, Jalan Menuju Ma’rifatullah dengan 7 tahapan, Surabaya : Penerbit Terang), 2001,hlm.120
4.  Op.Cit, hlm. 234
5

B. Tujuan Hulul dan Ittihad
           Allah SWT berfirman sebagai berikut :
øŒÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyŠKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§ŠÎ=ö/Î) 4n1r& uŽy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB šúï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ  
Artinya : “ dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir “. (Q.S al Baqarah : 34) 1
[36] Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.
           Rasulullah saw. bersabda :
ان الله خلق ادم على صورته
Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam sesuai dengan bentuknya “. 2
           Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia, bertolak dari dasar pemikiran al Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar, yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Jika sifat ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri Tuhan, maka terjadilah hulul. 3
           Pada hakikatnya hulul adalah istilah lain dari ittihad. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan bahwa “ al Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insan (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan “. 4
------------------
1.  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung : CV Penerbit J-Art), 2005, hlm. 7
2. H.R. Bukhori dan Muslim
3. Op.Cit, hlm. 241
4.  Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta : Pustaka Panjimas), 1984,hlm. 120
6
C. Tujuan Wahdat al Wujud
           Wahdat al Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al wujud. Wahdat artinya sendiri, tungal atau kesatuan, sedangkan al wujud artinya ada. Jadi wahdatul wujud artinya kesatuan wujud. 1
           Abuddin Natta mengatakan bahwa “ paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar yang disebut al khalq (makhluk) al ‘ard (kenyataan luar), zahir (luar-tampak) dan aspek dalam yang disebut al haqq (Tuhan), al jauhar (hakikat) dan al bathin (dalam) “. 2
           Dari kedua aspek tersebut yang terpenting adalah aspek dalam yaitu al haqq, sedangkan aspek luar yaitu al khalq merupakan cermin dari adanya aspek dalam. Ketika aspek luar merasa telah melebur dan menganggap bahwa hanya ada satu yaitu aspek dalam (al haqq), maka disitulah terjadinya kesatuan yang hanya memperlihatkan keberadaan yang haqq.
           Kemudian posisi manusia yang telah meleburkan dirinya ke dalam al haqq ada dimana. Ia merasa tidak ada sama sekali dan telah menyatu dengan al haqq. Maka jika al Hallaj menyatakan bahwa pada dirinya terdapat Anal Haqq, karena al Hallaj merasa dirinya telah bersatu dengan al Haqq.
           Kemudian pendapat al Hallaj diikuti di Indonesia yang disebarkan oleh seorang tokoh wali yang bernama Syekh Siti Jenar, dengan pernyataan bahwa keberadaan dirinya telah menjadi bersama dengan Tuhan yang diistilahkan manunggaling kawula-Gusti.
Ajaran Syekh Siti Jenar tentang “manunggaling kawula-Gusti”, membuat para wali dan penguasa di saat itu marah.
   Dikisahkan bahwa suatu ketika Syaikh Siti Jenar dipanggil untuk menghadap
   Raja Demak Bintoro. Penguasa Kerajaan itu ingin mendengar tentang tujuan
   Syekh Siti Jenar menyebarkan ajaran yang dinilai sesat. Raja mengutus wali
   untuk menemui Syaikh Siti Jenar dan menyampaikan panggilan. Namun Syaikh
   Siti Jenar menolak undangan Dewan Agama Walisongo dan Raja Demak
   Bintoro. 3
------------------------------
1.  Op.Cit, hlm. 247
2.  Ibid, hlm. 248
3.  Abu Fajar al Qalami, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar, Penerbit Pustaka Media, TT, hlm. 38

7

           Bagi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya, apa yang dilakukan Sunan Kali Jaga melalui Dewan Agama di Kerajaan Demak Bintoro, ialah penggunaan Agama dan Tuhan bagi kepentingan politik. Atas nama Tuhan dan agama-Nya Walisongo membujuk rakyat untuk tunduk dan patuh kepada kekuasaan Demak. Tindakan demikian tidak bisa diberi pengertian lain kecuali sebagai kepalsuan dan kebohongan publik untuk kepentingan palsu itu sendiri. Inilah yang disebut Siti Jenar sebagai sebuah bentuk kematian dan bukan sebagai kehidupan sejati. 1
           Siapa sebenarnya Syekh Siti Jenar, hingga saat ini tidak pernah jelas. Beragam informasi tentang Syekh Siti Jenar, yang seringkali bertentangan, juga tentang Walisongo (Wali sembilan, pengembang Islam di tanah Jawa), bisa ditemukan dalam banyak serat. Kisah para wali ini hidup meluas di dalam ceritera rakyat dan mitos sebagai bagian dari kesadaran umat, terutama di daerah Jawa. 2
           Menurut Musthafa Bishri susunan wali yang ada di Jawa yaitu ada 16 :
1. Raden Sunan Bonang; 2. Sunan Giri; 3. Sunan Kalijaga; 4. Sunan Muria; 5. Sunan Kudus; 6. Sunan Wilis; 7. Sunan Manuran; 8. Raden Patah; 9. Sunan Ngudung; 10. Sunan Bangkalan; 11. Sunan Kertayasa; 12. Sunan Malaka; 13. Raden Santri; 14. Sunan Jenar; 15. Sunan Drajat dan 16. Sunan Gunung Jati. 3
           Kemudian dalam perkembangannya ia tidak masuk dalam anggota para wali itu karena dianggap telah melakukan penyimpangan dalam menyampaikan ajarannya yang terkenal dengan nama “manunggaling kawula-Gusti” atau penyatuan diri dengan Tuhan.
           Akhirnya susunan walisongo yang dikenal seperti sekarang ini yaitu :
  1. Syiakh Maulana Malik Ibrahim; 2. Sunan Ampel; 3. Sunan Giri; 4. Sunan Gunung Jati; 5. Sunan Bonang; 6. Sunan Drajat; 7. Sunan Kalijaga; 8. Sunan Kudus dan 9. Sunan Muria. 4

-----------------------------
1. Abdul Munir Mulkhan,Guru Sejati Syekh Siti Jenar,Penerbit MetroEpistema,Yogyakarta,2009,hlm.90
2. Ibid, hlm. 111
3. Husnu Mufid, Tokoh Wahdatul Wujud, Penerbit Kreasi Wacana, Bantul-Yogyakarta,2009,hlm.127
4. Ibid, hlm. 128

8

           Syekh Siti Jenar menganggap bahwa ajaran yang sebatas syariat – yang diajarkan oleh para wali – tidak sampai menyentuh pada ilmu ketuhanan. Sehingga jika diminta untuk menjelaskan tentang Tuhan, maka menjadi kebingungan. Menurut Siti Jenar, karena kebingungan mereka terpaksa menyembah nama-nama Tuhan dan membayangkan sesuai dengan pikiran mereka. Siti Jenar juga berani mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan. Yakni Tuhan telah menyatu dengan dirinya sebagai khaliq-Nya. (Abu Fajar al Qalami, TT, hlm. 39)
          Pandangan Syekh Siti Jenar tentang manunggaling kawula-Gusti, dipengaruhi oleh ayat-ayat al Qur’an yang menyebutkan bahwa Tuhan itu dekat. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut :
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
Artinya : “ dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran “. (Q.S al Baqarah : 186)
ôs)s9ur $uZø)n=yz z`»|¡SM}$# ÞOn=÷ètRur $tB â¨Èqóuqè? ¾ÏmÎ/ ¼çmÝ¡øÿtR ( ß`øtwUur Ü>tø%r& Ïmøs9Î) ô`ÏB È@ö7ym σÍuqø9$# ÇÊÏÈ  
Artinya : “ dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya “. (Q.S Qaf : 16)


9

           Ketika Syekh Siti jenar dijatuhi hukuman mati, ia memilih mematikan dirinya hanya dengan memegang tengkuknya. Jenazahnya memancarkan cahaya kemilau dan bau harum semerbak. Mitos kematian Syekh Siti Jenar telah menggoncangkan wibawa Raja dan Walisongo, sesudah ajarannya ajarannya tentang Tuhan, hidup dan mati, kekuasaan duniawi  dan kewajiban keagamaan, mengancam kekuasaan Raden Fatah dan melecehkan otoritas Walisongo. 1
D. Abu Manshur al Hallaj (855-922 M)
             Nama lengkapnya Abu Mughits al Husain bin Manshur bin Muhammad
      Al Baidhawi. Lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada tahun
      244 H / 855 M.
      Ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad. Pada usia 16 tahun, ia
      belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin Abdullah at Tutsuri
      di Ahwz. Dua tahun kemudian, ia pergi ke Bashrah dan berguru pada Amr al
      Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia masuk kota Baghdad
      dan belajar kepada al Junaid. (M Solihin dan Rosihon Anwar, 2008, hlm. 164)
      Diantara ajaran tasawuf al Hallaj yang terkenal adalah al hulul dan wahdat
      asy-syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdat al wujud  (kesatuan
      wujud) yang dikembangkan Ibn Arabi. Al Hallaj memang pernah mengaku
      bersatu dengan Tuhan (hulul). (M. Solihin dan Rosihon Anwar, 2008, hlm.
      166) . Dalam perjalanan hidup selanjutnya, ia pernah keluar masuk penjara
      akibat konflik dengan ulama fikih. Pandangan-pandangan tasawuf yang agak
      ganjil menyebabkan seorang ulama fikih bernama Ibn Daud al Isfahani
      mengeluarkan fatwa untuk membantah dan memberantas fahamnya.
      (Abuddin Nata, 2009, hlm. 242)
      Pada tanggal 25 Maret 922, di hadapan ribuan massa yang melihat, al Hallaj
      dengan mahkota di kepalanya dipukuli dengan balok kayu. Darah bercucuran
      dari kepalanya, tetapi ia masih hidup. Kepalanya menengadah ke langit. Badan
      nya masih sehat. Sehari kemudian setelah situasi kota yang tidak aman dan
      al Hallaj masih dalam penderitaan di tiang salib. Maka Khalifah al Muqtadir
      mengambil sikap dengan menandatangani surat eksekusi pemenggalan kepala
      al Hallaj. (Husnu Mufid, 2009, hlm. 12-13)

      10
E. Ibn ‘Arabi (560-638 H)
        Nama lengkapnya Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah ath Tha’i
     al Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol tahun 560 H, dari
     keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuwan. Tahun 620 H,ia tinggal di Hijaz
     (M. Solihin dan Rosihon Anwar, 2008, hlm. 174)
     Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan disana ia
     masuk aliran Sufi. Di tahun 1202 M, ia pergi ke Makkah dan meninggal di
     Damaskus di tahun 1240 M. Selain sebagai sufi, Ibn Arabi dikenal juga sebagai
     Penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya menurut perhitungan
     mencapai lebih dari 200, diantaranya ada yang hanya 10 halaman, tetapi ada
     pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab Futuhah al
     al Makkah. (Abuddin Nata, 2009, hlm. 253)
     Ibn Arabi mengatakan bahwa wujud alam ini adalah ‘ain wujud Allah. Allah
     itulah hakikat alam. Tidak ada di sana perbedaan di antara wujud yang qadim
     yang disebut Khaliq dengan wujud yang baru yang disebut makhluk. Tidak ada
     perbedaan antara ‘abid (manusia yang menyembah) dengan ma’bud (Tuhan
     yang disembah). Perbedaan itu hanya rupa dan ragam, sedangkan essensi dan
     hakikatnya sama. (Abduddin Nata, 2009, hlm. 254)
     Pada syairnya Ibn ‘Arabi mengatakan :
العبد رب ورب عبد ياليت شرى من المكلف ان قلت عبد فداك رب او قلت رب انى يكلف
     Hamba adalah Tuhan, dan Tuhan adalah hamba
     Demi syu’urku, siapakah yang mukallaf
     Kalau engkau katakan
     Hamba, padahal dia Tuhan
     Atau engkau katakan Tuhan, yang mana yang diperintah ?
     (Abduddin Nata, 2009, hlm. 254)


Drs. Agus Subandi
Nip. 19620416 198503 1 011
Guru PAI SMAN 5 Karawang Jawa Barat
Jl.A.Yani No. 27 01/11 Jatirasa Timur Karangpawitan Karawang Barat Kab. Karawang 41315
Telp. (0267) 413173